Pakar Perlindungan Siber Pratama Persadha menilai Hacking Pusat Data Nasional (PDN) Bersama Ransomware Brain Cipher Lockbit 3.0 mencoreng nama Indonesia Di mata dunia. Foto: Dok SINDOnews
“Serangan siber yang beruntun dan bertubi-tubi sepertinya Menunjukkan kurang pedulinya pemerintah Yang Berhubungan Bersama Topik Perlindungan siber. Meski tidak ada kerugian secara Perbankan Bersama terjadinya serangan siber, Tetapi reputasi serta nama baik Bangsa Indonesia Berencana tercoreng Di mata dunia,” ujar Pratama yang juga Chairman Lembaga Kajian Perlindungan Siber CISSReC i, Minggu (30/6/2024).
Malahan, sudah banyak yang mengakui bahwa Indonesia adalah sebuah negeri open source yang datanya boleh dilihat Bersama siapa saja Bersama banyaknya Hacking yang terjadi Pada ini. “Dan akhirnya pemerintah Mutakhir kelimpungan Pada terjadi serangan siber lalu melakukan penanganan yang kerap terlambat serta membutuhkan waktu lama,” katanya.
Pratama mengatakan, dampak serangan siber ransomware dapat menghentikan layanan kepada Kelompok, yang paling terlihat adalah panjangnya antrean gerbang Perpindahan Penduduk Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Serangan ransomware juga biasanya membutuhkan waktu Di Penyembuhan layanan yang terganggu terutama jika peretas berhasil mengetahui Di mana backup Bersama data utama disimpan Lantaran biasanya mereka Berencana menyerang data backup terlebih dahulu Sebelumnya menyerang data utama.
“Agar Pada Skuat Perlindungan IT Memahami bahwa sistem utama bermasalah, mereka Berencana kesulitan melakukan backup Lantaran data yang ada Di Gadget backup sudah dienskrip terlebih dahulu Bersama mereka Agar sistem tidak dapat dikembalikan layanannya,” jelas Pratama.
Di Itu, adanya kekhawatiran kebocoran data Bersama 210 institusi akibat Ransomware Brain Cipher Lockbit 3.0 Lantaran biasanya Sebelumnya mengunci file dan data supaya tidak bisa dipakai, mereka terlebih dahulu memindahkan data tersebut Di server mereka.
“Jika korban tidak mau membayarkan tebusan yang diminta maka data yang dicuri tersebut Berencana dapat dijual Di dark web Agar peretas masih tetap Merasakan keuntungan financial,” ucapnya.
Menurut dia, penyebab utama kerentanan sistem Ilmu Pengetahuan pemerintahan biasanya berasal Bersama rendahnya kesadaran sumber daya manusia (SDM) tentang Perlindungan siber.
“Terutama SDM yang Memiliki akses Di Di sistem baik internal organisasi Untuk keperluan operasional atau pihak lain yang menjadi mitra ketika pembuatan sistem dan Inisiatif sekaligus membantu organisasi Untuk melakukan perbaikan jika terjadi masalah,” kata Pratama.
(jon)
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Hacking PDN Coreng Nama Indonesia Di Mata Dunia